Ngawi,
Tiga Histori Garis Dimensi
Tidak berlebihan jika Kabupaten Ngawi
disebut sebagai tempat wisata history / sejarah peradapan manusia dan berdirinya bangsa Indonesia. Banyak
petilasan / bangunan yang saling berkaitan, seperti Srigati di Alas Ketonggo,
Benteng Pendem Ngawi, dan Museum Trinil.
Srigati
yang berada di Desa Babadan, Kecamatan Paron itu merupakan jejak dan petilasan
dari Prabu Brawijaya V. Dan Alas Ketonggo sendiri berkaitan dengan Alas Purwo
yang berada di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Jawa berkeyakinan bahwa Alas
Ketonggo sebagai ‘IBU’ dan Alas Purwo disebut sebagai ‘BAPAK’.
Benteng
Pendem merupakan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1839 – 1845
dengan nama Font Van Den Bosch. Hingga sekarang, benteng yang berada di
Kelurahan Pelem, Kecamatan/Kabupaten Ngawi itu masih terlihat berdiri kokoh.
Sementara
itu, Museum Trinil merupakan tempat koleksi benda-benda peninggalan pra
sejarah. Trinil adalah situs paleontropologi, yakni ilmu yang mempelajari
asal usul dan perkembangan manusia dengan fosil manusia purba sebagai obyek
penelitian. Museum yang terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten
Ngawi itu menyimpan bukti adanya peradapan kehidupan purba, tepatnya di jaman
Pleistosin sekitar satu juta tahun lalu.
Seorang ahli anatomi, Eugene Dubois,
pada tahun 1891 menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat
itu,red) yaitu spesimen manusia Jawa. Tahun 1893 Dubois juga menemukan
fosil manusia purba Pithecanthropus Erectus serta berbagai fosil
hewan dan tumbuhan purba. Saat ini di Museum Trinil yang berdiri di area seluas
3 hektare, mempunyai koleksi di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus
Erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil
gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon TrigonoceNo table of figures entries found.phalus),
dan fosil Tanduk Banteng purba (Bibos Palaeosondaicus).
Sayangnya, situs yang dibangun atas
prakarsa dari Prof. Teuku Jacob, ahli Antropologi Ragawi dari Universitas
Gajah Mada ini sabagian hanya meyimpan duplikat atau tiruan dari benda-benda
bersejarah tersebut. Sedangkan fosil yang asli disimpan di Museum Internasional
di Belanda.
Mengenai
benda-benda yang berada di museum, lanjutnya, sementara akan diamankan di
rumah-rumah penduduk sekitar. Kebetulan warga sekitar banyak yang juga menjadi
pengurus museum itu, imbuhnya. Di sisi lain, kabupaten yang terdiri atas 19
kecamatan, 217 desa, dan 4 kelurahan ini biasa disebut sebagai Bumi Orek-Orek
dengan luas wilayah 1.245,70 km2 ternyata juga punya seabreg tempat rekreasi yang nggak bisa dipandang sebelah mata.
Selain
itu juga juga kaya dengan produk kerajinan, di antaranya kerajinan Bonggol Jati.
Dengan memanfaatkan limbah atau akar (bonggol,red) jati, pengrajin mampu
menyulap untuk dijadikan bahan perabot yang nyentrik. Kerajinan Batik Ngawi
juga nggak bisa dipandang sebelah mata.
Widi
Nugraha Batik, yang berada di Munggut Padas.
Batik ini mengedepankan Motif Benteng
Pendem, Motif Bambu Jati, Bambu Jati Abang, Bambu Rebung, Bambu Trinil, Pring
Gadhing, Motif Kedelai, Melon Khas Ngawi, Jati Aking, Padi Mendhung, Padi
Sawah, Teh Jamus, The Pucuk, Mawar dan Kupu-Kupu, Motif Kali Tempuk, Motif
Pithecantropus Erectus, Trinil Bledak, Parang Trinil, Perang Antar Suku, Lereng
Ceplok Trinil, Ngawi Joyo I dan II, Lereng Gading, Nomaden. Batik Banyu Biru, berada di Desa Banyu Biru
Kecamatan Widodaren dengan mengedepankan motif Gringsing, Bokor Kencono, dan Sido
Mukti. Batik tersebut telah dijadikan seragam wajib bagi kalangan Pegawai
Pemkab Ngawi yang sekaligus menjadi ikon khas batik Ngawi.
0 komentar:
Posting Komentar