BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 03 Desember 2013

Ngawi, Three Dimensional Outline History





Not excessive if Ngawi called as a tourist history / history of human civilization and the establishment of the Indonesian nation. Many petilasan / interconnected buildings, such Srigati Alas Ketonggo,  Benteng Pendem Ngawi, and Museum Trinil.
Srigati Babadan located in the Village, District Paron was a trail and petilasan of King Brawijaya V. And Alas Ketonggo itself related to Alas Purwo located in Banyuwangi. Java Community Foundation believes that Ketonggo as 'MOM' and Alas Purwo referred to as 'MR'.
Pendem castle is a relic of the Dutch East Indies government in the year 1839 - 1845 under the name Van Den Bosch Font. Until now, the castle is located in the Village Pelem, District / Ngawi was still seen standing strong.



Meanwhile , Trinil Museum is a collection of objects where prehistoric relics . Sandpipers is paleontropologi sites , namely the study of human origins and development of the early human fossils as an object of research . The museum is located in the village Kawu , District Kedunggalar , Ngawi evidence that save the lives of ancient civilization , precisely in the Pleistocene era about one million years ago .
An anatomist Eugene Dubois , in 1891 found traces of early humans first outside Europe ( at that time , red) that human specimens Java . 1893 Dubois also discovered ancient human fossils Pithecanthropus Erectus and various fossils of ancient animals and plants . Currently in the Museum Sandpipers were standing in an area of ​​3 hectares , has a collection of them Pithecantrophus erectus fossil skull , lower jaw bone fossil of ancient tiger ( Felis tigris ) , fossil ivory and mammoth upper molars ( Stegodon Trigonocephalus ) , and fossil Bull Horn ancient ( Bibos Palaeosondaicus ) .
Unfortunately , the site is built on the initiative of Prof. . Teuku Jacob , an expert Physical Anthropology from the University of Gajah Mada sabagian only save the duplicate or clone of the historic objects . While the original fossils deposited in the International Museum in the Netherlands
Regarding the objects that are in the museum , he added , will temporarily secured in people's homes around . Incidentally many people around who also take charge of the museum , he added . On the other hand , the district is comprised of 19 districts , 217 villages , 4 villages and is commonly referred to as Earth - Orek Orek with an area of ​​1245.70 km2 seabreg was also a place of recreation that can not be underestimated .
n addition, also rich in handicraft products, including Teak Clevis craft. By utilizing waste or roots (tubers, red) teak, craftsmen can turn to make an eccentric furnishings. Batik Ngawi also can not be underestimated.
Widi Nugroho Batik, which is in Munggut Padas. Batik is promoting Pendem Castle Motif, Motif Bamboo Teak, Teak Abang Bamboo, Bamboo Shoots, Bamboo Sandpipers, Pring Gadhing, Motif Soybean, Melon Typical Ngawi, Teak Aking, Cloudy Rice, Rice, Tea Jamus, The Shoots, Rose and Butterfly butterfly, Motifs Tempuk time, motive Pithecantropus Erectus, Trinil Bledak, Parang Sandpipers, Inter-Tribal War, Slope Ceplok Sandpipers, Ngawi Joyo I and II, Ivory Slope, Nomad. Batik Banyu Biru, located in the Village District of Banyu Biru Widodaren by promoting motif Gringsing, Bokor Kencono, and Sido Mukti. Batik has been made ​​mandatory for the employee uniform Ngawi regency which also became an icon of batik Ngawi.



tourismintrouction "indonesia"


Ngawi, Tiga Histori Garis Dimensi


Tidak berlebihan jika Kabupaten Ngawi disebut sebagai tempat wisata history / sejarah peradapan manusia dan berdirinya bangsa Indonesia. Banyak petilasan / bangunan yang saling berkaitan, seperti Srigati di Alas Ketonggo, Benteng Pendem Ngawi, dan Museum Trinil.
Srigati yang berada di Desa Babadan, Kecamatan Paron itu merupakan jejak dan petilasan dari Prabu Brawijaya V. Dan Alas Ketonggo sendiri berkaitan dengan Alas Purwo yang berada di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Jawa berkeyakinan bahwa Alas Ketonggo sebagai ‘IBU’ dan Alas Purwo disebut sebagai ‘BAPAK’.


Tiga Histori Garis Dimensi


Benteng Pendem merupakan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1839 – 1845 dengan nama Font Van Den Bosch. Hingga sekarang, benteng yang berada di Kelurahan Pelem, Kecamatan/Kabupaten Ngawi itu masih terlihat berdiri kokoh.

Sementara itu, Museum Trinil merupakan tempat koleksi benda-benda peninggalan pra sejarah. Trinil adalah situs paleontropologi, yakni ilmu yang mempelajari asal usul dan perkembangan manusia dengan fosil manusia purba sebagai obyek penelitian. Museum yang terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi itu menyimpan bukti adanya peradapan kehidupan purba, tepatnya di jaman Pleistosin sekitar satu juta tahun lalu.
Seorang ahli anatomi, Eugene Dubois, pada tahun 1891 menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa (saat itu,red) yaitu spesimen manusia Jawa. Tahun 1893 Dubois juga menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus Erectus serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba. Saat ini di Museum Trinil yang berdiri di area seluas 3 hektare, mempunyai koleksi di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus Erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon TrigonoceNo table of figures entries found.phalus), dan fosil Tanduk Banteng purba (Bibos Palaeosondaicus).
Sayangnya, situs yang dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob, ahli Antropologi Ragawi dari Universitas Gajah Mada ini sabagian hanya meyimpan duplikat atau tiruan dari benda-benda bersejarah tersebut. Sedangkan fosil yang asli disimpan di Museum Internasional di Belanda.
Mengenai benda-benda yang berada di museum, lanjutnya, sementara akan diamankan di rumah-rumah penduduk sekitar. Kebetulan warga sekitar banyak yang juga menjadi pengurus museum itu, imbuhnya. Di sisi lain, kabupaten yang terdiri atas 19 kecamatan, 217 desa, dan 4 kelurahan ini biasa disebut sebagai Bumi Orek-Orek dengan luas wilayah 1.245,70 km2 ternyata juga punya seabreg tempat rekreasi yang nggak bisa dipandang sebelah mata.
Selain itu juga juga kaya dengan produk kerajinan, di antaranya kerajinan Bonggol Jati. Dengan memanfaatkan limbah atau akar (bonggol,red) jati, pengrajin mampu menyulap untuk dijadikan bahan perabot yang nyentrik. Kerajinan Batik Ngawi juga nggak bisa dipandang sebelah mata.
Widi Nugraha Batik, yang berada di Munggut Padas. Batik ini mengedepankan Motif Benteng Pendem, Motif Bambu Jati, Bambu Jati Abang, Bambu Rebung, Bambu Trinil, Pring Gadhing, Motif Kedelai, Melon Khas Ngawi, Jati Aking, Padi Mendhung, Padi Sawah, Teh Jamus, The Pucuk, Mawar dan Kupu-Kupu, Motif Kali Tempuk, Motif Pithecantropus Erectus, Trinil Bledak, Parang Trinil, Perang Antar Suku, Lereng Ceplok Trinil, Ngawi Joyo I dan II, Lereng Gading, Nomaden. Batik Banyu Biru, berada di Desa Banyu Biru Kecamatan Widodaren dengan mengedepankan motif Gringsing, Bokor Kencono, dan Sido Mukti. Batik tersebut telah dijadikan seragam wajib bagi kalangan Pegawai Pemkab Ngawi yang sekaligus menjadi ikon khas batik Ngawi.


Sabtu, 17 Agustus 2013

BAB III PENUTUP



BAB III
 Penutup

A.  Kesimpulan
  
       Dan manusia purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah atau 1 juta tahun yang lalu. Dari berbagai temuan adalah: Golongan primate
1.      Pithecanthropus Erectus Dubois
2.      Pithecanthropus Soloensis
3.      Pongo Pygmaeus Hoppins
4.      Symphalangus Syndoctylus Raffles
5.      Hyaobates Ofmeloch Andebert
6.      Nacaca Fascicalois
Dan masih banyak golongan flora ataupun fauna yang lainnya.
Museum Trinil merupakan warisan kepurbakalaan dunia yang semestinya harus dirawat dan dijaga demi perkembangan pengetahuan.




 SEKIAN KIRANYA KARYA SAYA

FROM : TRI NURWANTI




INI BAB II

BAB II
Pembahasan

A. Selayang Pandang
            Banyak ahli teori evolusi percaya bahwa peneliti pertama yang menemukan mata rantai yang hilang (missing link) dari teori evolusi manusia adalah Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Ia berangkat dari negeri kincir angin untuk membuktikan asumsi ini: bahwa mata rantai yang menghubungkan evolusi dari primata menjadi manusia modern terdapat di kawasan tropis, sebab diperkirakan “manusia pengantara” ini sudah tidak memiliki bulu seperti nenek moyang sebelumnya.
            Dubois berangkat menggunakan kapal SS Prinses Amalia menuju Sumatra, tepatnya ke daerah Payakumbuh, Sumatra Barat. Di tempat ini ia melakukan penggalian di pegunungan dan gua-gua kapur di sepanjang Payakumbuh. Hasilnya ternyata mengecewakan. Fosil-fosil manusia yang ia temukan terlalu muda, sehingga tidak sesuai dengan harapannya. Setelah menerima informasi bahwa di Jawa ditemukan fosil manusia wajak (Homo wajakensis), Dubois akhirnya memindahkan proyek penggaliannya ke tanah Jawa, mengikuti alur sungai Bengawan Solo. Pada sebuah lekukan sungai, di daerah yang disebut Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ia menemukan berbagai fosil hewan purba. Tak hanya itu, di tempat ini ia berhasil menemukan gigi dan atap tengkorak yang menyerupai kera .
            Setahun kemudian, 15 meter dari tempat penemuan pertama, ia menemukan tulang paha kiri yang seusia dengan fosil sebelumnya, tetapi mirip dengan tulang paha manusia modern. Ini artinya, manusia purba tersebut telah berjalan tegak. Oleh sebab itu, Dubois kemudian menamakan fosil temuannya sebagai Pithecanthropus erectus, alias manusia kera berjalan tegak. Banyak ahli percaya bahwa temuan Dubois ini adalah missing link yang selama ini dicari untuk membuktikan kesahihan teori evolusi. Sebab Pithecanthropus erectus seolah mewakili proses evolusi dari primata menjadi manusia, ini misalnya terlihat dari volume otak 900 cc yang berada antara kapasitas manusia dan kera, serta tulang paha yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak (Harry Widianto dalam http://m.kompas.com).  
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-agus-27-sangiran-1.jpg
Foto Eugene Dubois
Sumber Foto: http://www.talkorigins.org

              Sejak penemuan Pithecanthropus erectus itu, daerah Trinil kemudian mendunia. Masyarakat dunia serta merta mengenal titik kecil di tengah Pulau Jawa itu sebagai salah satu tempat penemuan penting dalam perkembangan teori evolusi, ilmu antropologi, paleoantropologi, serta arkeologi. Penelitian Dubois sendiri berlangsung antara 1891-1895. Tempat penemuan fosil Pithecanthropus erectus telah ditandai dengan sebuah monumen yang dibangun oleh Dubois pada tahun 1895.
              Namun, lokasi penelitian Dubois ini seolah hanya menjadi lahan penelitian. Artinya fosil-fosil yang dikenal masyarakat internasional tidak lagi berada di Trinil, melainkan di Belanda dan Jerman. Masyarakat setempat yang menemukan fosil-fosil manusia maupun hewan purba juga cenderung menjualnya kepada pihak swasta. Kondisi ini cukup memprihatinkan. Namun, untunglah salah seorang warga bernama Wirodihardjo memiliki kepedulian dengan mengoleksi fosil dan benda-benda purbakala yang ditemukan oleh masyarakat setempat. Dengan telaten ia mengganti fosil-fosil yang ditemukan warga dengan uang atau bahan-bahan kebutuhan pokok, sehingga warga dengan rela menyerahkan temuannya. Sebab itulah, Wirodihardjo kemudian lebih dikenal dengan sebutan Wiro Balung (balung = tulang). Nama ini disematkan oleh masyarakat setempat karena ia dikenal sebagai pengumpul tulang-tulang (fosil)
            Dari hari ke hari, koleksi “tulang-belulang” yang dikumpulkan Wirodihardjo kian bertambah. Fosil-fosil tersebut umumnya ditemukan warga atau oleh Wirodihardjo sendiri di tiga desa di kawasan Trinil, yakni Desa Kawu, Desa Gemarang, dan Desa Ngancar. Melihat potensi besar tersebut, pemerintah daerah akhirnya membangun sebuah museum untuk menampung koleksi fosil-fosil yang dikumpulkan Wirodihardjo. Pada tahun 1980-1981, bangunan museum telah selesai dibangun. Namun, peresmiannya baru dilakukan pada 20 November 1991 oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso. Sayangnya, ketika museum tersebut diresmikan, Wirodihardjo telah meninggal setahun sebelumnya, yakni pada 1 April 1990 .
              Lokasi museum ini mengambil tempat di bekas lahan ekskavasi yang dilakukan oleh Dubois, tepatnya di dekat monumen yang dibangun oleh Dubois. Selain untuk mengenalkan kehidupan manusia, flora dan fauna purba, serta ekosistemnya, museum ini juga bertujuan untuk mengingatkan pada dunia bahwa di titik kecil di pulau jawa inilah ditemukan fosil yang dianggap menjawab misteri mengenai mata rantai yang hilang (missing link) dari proses evolusi manusia.
B. Keistimewaan
              Anda mungkin masih ingat pelajaran sejarah purbakala ketika duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah, bahwa Indonesia merupakan salah satu lokasi penemuan penting yang mengungkap misteri kehidupan manusia purba. Adalah Eugene Dubois yang banyak dihafal oleh murid-murid sebagai penemu manusia Jawa atau Pithecanthropus erectus. Dan Trinil, di Kabupaten Ngawi, merupakan salah satu lokasi penemuan Pithecanthropus erectus yang kerap kali ditanyakan dalam lembar-lembar ujian sejarah purbakala. Dengan mengunjungi museum ini, Anda akan diingatkan kembali pada pelajaran-pelajaran sejarah purbakala tersebut. Tetapi bukan dengan menghafal di awang-awang, melainkan Anda akan membuktikannya dengan melihat sendiri seperti apa bentuk-bentuk fosil purba tersebut.

              Museum ini terletak di bantaran Sungai Bengawan Solo. Hal ini mengingatkan para pelancong bahwa di sekitar bantaran sungai inilah dahulu manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya. Museum Trinil memang menjadi salah satu obyek wisata sejarah yang penting, baik bagi wisatawan biasa maupun pelajar atau peneliti. Keberadaan museum ini telah memberikan sarana bagi mereka yang ingin mengetahui kehidupan manusia purba, ekosistemnya, serta flora dan fauna yang hidup pada jaman tersebut. Kawasan Trinil merupakan salah satu kawasan yang menjadi penemuan fosil-fosil dari masa pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-agus-27-sangiran-2.jpg
Patung gajah purba
Sumber Foto: http://www.eastjava.com

Menginjakkan kaki di halaman museum, wisatawan akan disambut oleh gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba. Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu. Selain patung gajah, di halaman museum juga terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Dubois. Pada monumen tersebut tertulis: “P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95″. Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-agus-27-sangiran-3.jpg
Monumen penemuan Pithecanthropus erectus
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com
Setelah cukup menikmati patung gajah dan monumen tersebut, wisatawan dapat menimba informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang berjumlah sekitar 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis. Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia purba, di antaranya replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis. Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-agus-27-sangiran-4.jpg
Diorama manusia purba dan replika tengkorak manusia purba
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com
Selain fosil manusia, museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus). Fosil-fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba yang panjangnya mencapai 3,15 meter, bandingkan dengan gajah sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-agus-27-sangiran-5.jpg
Gading gajah purba
Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com
C. Lokasi
              Museum Purbakala Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
D. Akses
              Museum Purbakala Trinil berada sekitar 5 kilometer arah utara dari jalan raya Solo-Surabaya. Dari Kota Ngawi, museum ini terletak sekitar 13 kilometer arah barat daya. Untuk menuju museum ini, dari Kota Ngawi wisatawan dapat menggunakan jasa bus umum arah Solo. Wisatawan turun di gapura besar yang menjadi penanda menuju Museum Trinil. Dari gapura tersebut, wisatawan dapat mencarter ojek untuk sampai ke museum dengan menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Apabila menggunakan kendaraan pribadi dari Kota Ngawi, wisatawan sebaiknya bertanya arah yang tepat menuju museum, sebab papan penunjuk menuju museum ini masih sangat minim.
E. Harga Tiket
              Harga tiket untuk memasuki Museum Trinil adalah Rp.1000,00 untuk anak-anak dan Rp2.000,00 untuk orang dewasa. Tiket ini dibayarkan di pos penjaga yang terdapat di luar museum. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, Anda dikenai biaya parkir, yaitu Rp500,00 untuk motor dan Rp1.000,00 untuk mobil.
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
              Museum Purbakala Trinil telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti lahan parkir yang cukup luas, pendopo atau ruang pertemuan, kantor layanan informasi, tempat istirahat bagi tamu atau peneliti yang ingin tinggal selama beberapa hari, mushola, serta toilet. Selain berbagai fasilitas tersebut, wisatawan yang ingin beristirahat usai mengunjungi museum bisa rehat sejenak dengan duduk-duduk di taman yang dilengkapi dengan sarana bermain anak. Taman ini telertak di sebelah utara museum. Taman bermain anak tersebut menyediakan berbagai sarana permainan anak, seperti ayunan, papan seluncur, serta jungkat-jungkit. Selain dihiasi oleh bunga-bunga, taman ini juga diperindah dengan patung-patung hewan yang merupakan rekonstruksi dari bentuk-bentuk hewan purba.
            Bagi Anda yang ingin melihat langsung aliran Bengawan Solo dapat duduk-duduk di kursi panjang yang menghadap sungai yang terkenal berkat lagu keroncong ciptaan Gesang ini. Sungai ini memanjang persis di sebelah museum dengan dilingkupi rerimbunan pohon yang menyejukkan suasana. Apabila merasa lapar, para pelancong dapat memesan makanan seperti tempe lodeh plus telur dadar dengan harga yang sangat terjangkau di warung-warung makan di depan museum.